Antara The Kite Runner dan I am Runner

[TANTANGAN ODOP: BUKU YANG BERKESAN]

Di antara sekian banyak buku yang pernah kubaca, aku memilih buku masterpiece karya Khaled Hosseini: The Kite Runner, yang menjadi buku paling berkesan untuk ditulis.

9243849

The Kite Runner, bukan saja mengajak kita pada romantisme Afganistan di masa lalu, tetapi juga pengalaman yang menegangkan jika kita mengunjungi negara tersebut di masa kini.

The Kite Runner, secara umum bercerita tentang:

  • Persahabatan semu antara Amir Agha dan Hassan sang Hazara. Amir si pengecut dan Hassan si teman setia. Kedua sifat anak manusia tersebut bersatu membentuk konflik yang kuat dalam perkembangan cerita.
  • Bahwa tiap manusia memiliki pengalaman gelap dalam hidupnya. Kadang ia tetap menjadi rahasia, disimpan sampai mati. Namun ada juga yang dibagi sebagai rasa bersalah, karena menyimpan rahasia itu sungguh menyesakkan. Sosok Baba adalah sosok penuh dengan pesona, sempurna sebagai orang dewasa (setidaknya begitulah yang ada dalam benak Amir), tapi memiliki rahasia kelam.
  • Perjalanan dalam rangka penebusan kesalahan di masa lalu. Manusia tidak selamanya berbuat kesalahan yang sama, karena ia diberi akal untuk memperbaikinya. Begitupun Amir dewasa yang terusik pada sikap Amir kecil yang benar-benar picik.

Membaca The Kite Runner adalah pengalaman berharga yang tidak saja memuaskan jiwa, tapi juga menguras air mata: kuakui di beberapa bagian aku benar-benar tersihir dengan adegan, kata-kata, dan cerita. Sebal dengan tindakan Amir kecil, Geram dengan kesetiaan Hassan yang keterlaluan. Benar-benar mengaduk-aduk emosi pembaca…

Pendeskripsian yang sangat indah dan menyeramkan tergambar baik lewat untaian kata-kata.

Tapi lebih jauh, The Kite Runner, adalah kisah tentang berlari:

Berlarinya Hassan agar mendapatkan layangan . Agar tercipta kesempurnaan kemenangan— Amir menjadi juara festival layangan, dan Hasan menjadi juara mendapatkan layangan yang putus.

Berlarinya Amir dengan rasa kepengecutannya yang memuakkan. Berlari meninggalkan Hassan dalam kondisi yang menyakitkan. Berlarimu mengoyak jiwaku , Amir.

Berlarinya Hassan meninggalkan rumah majikannya. Menerima segala tuduhan picik dan pergi tanpa rasa membenci.

Berlarinya Amir dan Baba menghindari konflik Taliban yang memporakporandakan Kabul. Berlari menuju Amerika meninggalkan harta, gelar, dan negeri penuh kenangan.

Berlarinya Amir dewasa kembali ke Afganistan untuk memanusiakan jiwa manusianya.

… dan berlarinya para pembaca dari satu emosi ke emosi yang lain.

Bukankah di dunia nyata kita juga berlari?

 

Seperti hari ini, Jumat 28 Oktober 2016, memperingati hari Oeang, Kementerian Keuangan mengadakan acara Oeang Run 2016. Dan sebagai peserta, saya harus berlari-dan berlari menapaki jalur sejauh kurang lebih 5 kilometer.

Saat berlari itulah, saya memikirkan tentang Novel ini.

Banyak yang terlupa, tapi begitu aku baca reviu novel ini: dadaku kembali bergemuruh dan sebagian kenanganku pada saat baca novel dulu kembali berlari.

Yes, we are runners,

I am runner

 

 

#ODOP

 

Ditulis dalam kondisi fisik yang lelah akibat berlari dan menjadi supporter tim futsal yang masuk babak final!

3 comments

Leave a comment